YAYASAN YATIM PIATU AL AKHYAR
Rekening : BANK MANDIRI KCP Jkt Kawasan Komersial Cilandak No. : 127-00-9814246-4
Menyantuni Yatim dan Du'afa
Jalan Benda Kemang Selatan Gang Masjid no. 10 Pasar Minggu Jakarta Selatan 12560 phone ( 021 ) 7801169 - 7801689

Minggu, 27 Desember 2015

TAHUN BARU MASEHI, Sejarah dan Hukum merayakannya



TAK terasa waktu terus berlalu dan kita sampai di penghujung tahun. Dalam beberapa hari ke depan, tahun 2015 akan segera berganti, dan tahun 2016 akan menjelang. Ini tahun baru Masehi, tentu saja, karena tahun baru Hijriyah telah terjadi beberapa pekan yang lalu.

Malam pergantian tahun baru masehi sangat ditunggu-tunggu oleh semua kalangan. Tidak saja dibelahan bumi lain seperti di Eropa dan Amerika, masyarakat kita juga sibuk dan sangat menanti-nantikan malam pergantian tahun tersebut.

10 Kerusakan dalam Perayaan Tahun Baru Masehi

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc

Bagaimana hukum merayakan tahun baru bagi muslim? Ternyata banyak kerusakan yang ditimbulkan sehingga membuat perayaan tersebut terlarang.
Sejarah Tahun Baru Masehi
Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM (sebelum masehi). Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.[1]

Sabtu, 21 November 2015

PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM menurut AL GHAZALI

PENDAHULUAN

Kemunculan dan perkembangan Islam tentu membawa ke arah perubahan, juga tak lepas dari peran para tokoh Islam. Namun, bersamaan dengan perputaran dunia, modernisasi dan pengembangan ilmu pengetahuan dari hari ke hari yang semakin berkembang, malah akhir-akhir ini membuat banyak generasi muda tidak mengenal para tokoh Islam yang sangat berpengaruh terhadap kemajuan dunia pendidikan tersebut, salah satunya Al Ghazali.
Al-Ghazali merupakan salah satu tokoh Muslim yang pemikirannya sangat luas dan mendalam dalam berbagai hal diantaranya dalam masalah pendidikan. Pada hakikatnya usaha pendidikan menurut Al-Ghazali adalah dengan mengutamakan beberapa hal yang diwujudkan secara utuh dan terpadu karena konsep pendidikan yang dikembangkannya berawal dari kandungan ajaran dan tradisi Islam yang menjunjung berprinsip pendidikan manusia seutuhnya. Di zaman yang modern ini sangat relevan untuk mengetahui konsep pendidikan dari tokoh Muslim terkemuka ini.
Maka dalam makalah ini, akan dibahas mengenai siapa sesungguhnya Al-Ghazali dan bagaimana konsep pendidikan menurutnya yang meliputi subjek didik, kurikulum, metode dan evaluasi pendidikan.

Selasa, 13 Oktober 2015

Bulan Muharram, Fadhilah dan Keutamaannya

Matahari sore mulai terbenam, menandakan bulan dzul hijjah mulai melambaikan tangannya untuk meninggalkan tahun ini. Dengan ini lembaran barupun mulai terbuka. Bulan barupun mulai menyapa untuk memasuki tahun baru ini.
Hilal-hilal bulan muharampun mulai mengintip, sebagai tanda bahwa kita telah berada dalam keheningan malam tahun baru hijriyah.  Alhamdulillah…satu nikmat dari beribu-ribu nikmat Allahpun bertambah. Betapa senangnya…kita telah memasuki tahun baru. Tentu wajib bagi kita untuk mensyukuri satu nikmat ini. Akan tetapi dengan apa?... mungkin dengan mengetahui keutama'an dan amal-amal yang hendaknya seorang muslim lakukan dibulan ini, adalah salah satu jalan yang seharusnya kita lewati untuk menuju ridho Allah Subhanahu wa ta'ala  dan sebagai bukti rasa syukur kita kepada-Nya. Amin… 

Rahasia di balik bulan Muharram

(1) Bulan Muharam merupakan salah satu bulan haram. Allah SWT berfirman :

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِيَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُالْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, (QS. At-Taubah : 36)
Dalam ayat di atas disebutkan bahwa ada dua belas : mulai dari bulan Muharam yang insya Allah akan tiba besuk malam, hingga bulan Dzulhijjah. Diantara dua belas bulan itu ada empat bulan haram yaitu bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab.

Kamis, 01 Oktober 2015

Pengertian anak yatim dan kedudukannya dalam islam

Siapakah yang dimaksud dengan anak yatim? Apakah perbedaan antara anak yatim dan anak piatu? Lalu bagaimana dengan anak yatim-piatu?
Secara bahasa “yatim” berasal dari bahasa arab. Dari fi’il madli “yatama” mudlori’ “yaitamu”  dab mashdar ” yatmu” yang berarti : sedih. Atau bermakana : sendiri.

Adapun menurut istilah syara’ yang dimaksud dengan anak yatim adalah anak yang ditinggal mati oleh ayahnya sebelum dia baligh. Batas seorang anak disebut yatim adalah ketika anak tersebut telah baligh dan dewasa, berdasarkan sebuah hadits yang menceritakan bahwa Ibnu Abbas r.a. pernah menerima surat dari Najdah bin Amir yang berisi beberapa pertanyaan, salah satunya tentang batasan seorang disebut yatim, Ibnu Abbas menjawab:
وكتبت تسألنى عن اليتيم متى ينقطع عنه اسم اليتم ، وإنه لا ينقطع عنه اسم اليتم حتى يبلغ ويؤنس منه رشد
( رواه مسلم )

Ta’līm al-Muta’allim

Redaksi buku klasik berjudul “ta’lim al-muta’allim” ini tipis saja, hanya 63 halaman. Buku yang arti judulnya kira-kira “Pedoman untuk Para Pelajar” ini ditulis oleh Ibrāhām Ibn Ismā’āl al-Zarnujī, seorang tokoh pendidikan Islam asal Tranxosinia yang wafat pada tahun 1194 (591 M).

Walaupun tipis, buku ini dipelajari di banyak pesantren sampai sekarang. Bahkan, tidak jarang, ia menjadi buku wajib. Di dalamnya, al-Zarnujī mengulas konsep belajar serta berbagai tips yang harus diperhatikan oleh mereka yang sedang menimba ilmu.